Minggu, 29 Maret 2015

Peringatan Bagi yang Meremehkan Dalam Berutang dan Doa Hutang

Doa hutangTidak patut bagi seorang muslim untuk meremehkan urusan utang atau mengecilkan perkaranya atau lalai dalam melunasinya. Banyak dalil-dalil dalam hadits yang menunjukan bahaya hal itu. Bahwa mayit tertahan oleh utangnya hingga dilunasi.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin al-Athwal radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Saudaraku wafat dan meninggalkan 300 dinar. Beliau meninggalkan pula anak kecil. Maka aku ingin menginfakkan hartanya kepada anak kecil tersebut. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda kepadaku, ‘Sungguh saudaramu tertahan oleh utangnya. Pergi dan lunasi utangnya.’” Beliau berkata, “Aku pergi dan melunasi utangnya. Kemudian aku datang dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku telah melunasi utangnya kecuali seorang perempuan mengklaim memiliki piutang atasnya sebanyak 2 dinar, namun dia tidak punya bukti.’ Beliau bersabda, ‘Berilah dia karena dia seorang yang jujur.’” [Musnad Ahmad 4/136, dan dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no 1550]
Beliau meriwayatkan pula dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
نَفْسُ المُؤمِنِ مُعَلَّقَةٌ مَا كَانَ عَلَيْهِ دَيْنٌ
“Jiwa seorang muslim tergantung selama ada utangnya.” [Musnad Ahmad 2/440, dan dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no 1811]
Oleh karena itu wajib atas muslim jika memiliki utang hendaknya bersegera melunasinya sebelum dia dijemput kematian, agar jiwanya tidak ditahan dengan sebab utangnya serta tergadai dengannya. Apabila seseorang tidak memiliki utang maka hendaklah memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala atas afiat yang didapatkannya. Lalu menjauhkan diri dari berutang selama tidak ada kebutuhan yang mengharuskan atau kondisi darurat yang memaksa. Hendaknya seseorang menyelamatkan diri dari kerisauan utang, mengistirahatkan dirinya dari akibatnya dan mengamankan diri dari dampak negatifnya.
Dalam al-Musnad dari hadits Uqbah bin Amir, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Jangan kamu menakuti diri-diri kamu sesudah keamanannya.” Mereka berkata, “Apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Utang.” [Musnad Ahmad 4/146, dan dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah no 2420]
Yakni, jangan terburu-buru kepada utang, sehingga kamu menakuti diri kamu dari konsekuensi dan akibatnya. Kita mohon kepada Allah afiat, keselamatan dan petunjuk kepada semua kebaikan.

Apa yang Diucapkan Orang yang Memiliki Hutang

At-Tirmidzi meriwayatkan dalam Sunannya, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang budak mukatab (budak yang membuat perjanjian dengan tuannya untuk menebus dirinya secara berangsur-angsur) datang kepadanya dan berkata, “Sungguh aku sudah tidak mampu menunaikan tebusan diriku, maka bantulah aku.” Beliau berkata, “Maukah aku ajarkan kepadamu kalimat-kalimat yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam kepadaku, sekiranya engkau memiliki utang seperti gunung Tsabir, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melunasinya untukmu.” Beliau melanjutkan,
قُل: اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَ أَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“Katakan, Allahummak finii bihalaalika ‘an haraamika wa aghninii bifadhlika ‘amman siwaak (Ya Allah, cukupilah aku dengan yang halal-Mu daripada yang haram-Mu, dan jadikanlah aku tidak butuh dengan sebab karunia-Mu dari siapa pun selain-Mu).” [Sunan at-Tirmidzi no 3563, dan dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no 1820]